Beban rindu yg menggunung dalam sanubariku
Sudah tidak ampuh untuk kujunjung
Lalu ia mencair menerjah empangan kaca mataku
Mengalir mengusapi perasaan ini
Memujuk menyejuk lahar kasih yang berapi
Ke manakah akan ku alirkan
Setelah semua sungai cinta mula membeku
Lantas lahar rindu itu
Menjadi lautan racun yang membunuhku dalam diam
Okidputeh
Teluk Intan
Siapakah yang merindu?
Begitukah perasaanmu pungguk?
Penantian yang menyiksakan?
Sukarnya terasa untuk bernafas, bagai sempit tiada ruang di dada
Lelah di hujung dahan
Meski bayu sepoi mengusapimu
Kuyup sayapmu tak kauhirau
Sembunyikan garis sepi yang tercalar
Gigil tubuhmu diratah embun
Wahai si pungguk
Namun mata hatimu tetap tancap menatap purnama
Begitukah robek hatimu pungguk?
Setiamu mengempang sebak di dada
Ada getar rindu yang mengalunkan lagu
Iiuk di hujung dahan umpama irama sepimu menari
Melambai kerlingan purnama yang merunduk
Benarkah purnamamu jua merindu?
Pada suaramu pungguk
Yang kian mendayu dan menghilang
Sesayup cahaya purnama yang mula pudar di celahan terbit mentari
Lantas mereka terus mengulum rasa
Menunggu malam esok pula
Hati tetanya-tanya
Siapakah sebenarnya yang merindu?
Okidputeh Azim,
11.50pm 31 januari 2016
Teluk Intan.
Biarpun menggebu rindu ini
Hingga Melimpah dari acuan hati
Namun tidak sekali kan kupeduli
Biarpun menjadi kerak hangus
Rela ku telan meski pahit rindu terus membahang
Kehilangan yg tiba-tiba
Bagai tsunami melanda dunia
Terkapai dan terkapar aku
Sepi sendirian
Hanya memohon bantuan tuhan
Mereda perasaan yang berombak
Menggapai pautan yang tak merapuh
Terkandas aku terkial
Siang tiada bercahaya
Malam tiada pelita
Deru angin dan taufan di kiri kanan
Mencampak daku dalam alam kematian...
2 feb 2016
No comments:
Post a Comment